اهلا و سهلا

Minggu, 23 Oktober 2011

التكتف

 مؤلف :  سلامة


Kajian Takatuf


Takattuf atau bersedekap yaitu meletakan tangan di dada dalam shalat.Dalam hal ini madzhab Imamiyah maupun Ahlu Sunnah terjadi perbedaan pendapat yang tajam. Satu sama lain menguraikan makna Takattuf (sedekap) berdasarkan ijtihadnya masing-masing. Mari kita simak beberapa pandangan imam-imam madzhab dibawah ini;

      Mazhab Hanafi mengatakan, " Bersedekap itu hukumnya sunah, bukan wajib. Yang terutama bagi laki-laki adalah meletakkan telapak tangan di atas punggung tangan kiri dan ditempatkan di bawah pusar.Sedangkan bagi perempuan adalah meletakkan kedua tangannya di atas dada." (Fiqh ‘Alaa Madzahib al-Arba’ah”, juz 1, kitab “Sholat”, bab “Sunan al-Sholat)

      Mazhab asy-Syafi'i mengatakan, " Hal itu disunahkan bagi laki- laki dan perempuan. Yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan ditempatkan di antara dada dan pusar, dan agak bergeser ke arah kiri."

      Mazhab Hanbali mengatakan, " Hal itu adalah sunah. Yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, dan ditempatkan di bahwa pusar."

      Mazhab Maliki mengatakan, " Hal itu boleh dilakukan. Akan tetapi, di dalam salat fardu disunahkan meluruskan tangan (ke bawah) ." (bisa dilihat dari buku Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusdy Al-Qurthubi Al-Maliki)

       Mazhab Jafari, yang termasyhur di kalangan mereka memandang bahwa bersedekap itu haram dan membatalkan shalat. Sebagian mereka mengatakan, " Bersedekap itu haram tetapi tidak membatalkan shalat." Sementara kelompok ketiga, seperti al-Halabi, mengatakan bahwa bersedekap itu makruh.
Diriwayatkan,seorang laki-laki berkata kepada Abi Ja’far as.:
قلت له:(فصل لربك وانحر). قال: النحر الإعتدال فى القبام ان يقيم صلبه, و قال: لا تكفر(اي لاتضع اليمنى على اليسرى)انما يصنع ذلك المجوس
Saya berkata kepadanya; " فصل لربك وانحر " Abi Ja’far berkata; “An-Nakhr, artinya tegak berdiri,yaitu menegakkan punggungnya. Jangan bersedekap!.Karena yang bersedekap itu adalah Majusi”.

Hadits lain yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Muslim;
قلت له الرجل يضع يده فى الصلاة اليمنى على اليسرى. فقال: ذلك التكفير(أي وضع اليمنى على اليسرى)لاتفعله"
Berkata Rajul kepada Abi Ja’far; “Meletakan tangan kanan diatas tangan kiri”.Beliau berkata; “Itulah Takfir.Jangan kau lakukan itu!”.


Hadis-hadis yang mereka jadikan dalil bahwa bersedekap adalah sunah, tidak cukup untuk membuktikannnya sebagai sesuatu yang di-sunahkan.Berikut ini adalah hadis-hadis yang mereka jadikan dalil bahwa hal itu merupakan sesuatu yang disunahkan padahal menurut para imam ahlulbait hal itu adalah bid'ah.

Yang mungkin dijadikan dalil bahwa bersedekap itu merupakan sunah dalam shalat tidak lepas dari tiga riwayat berikut:
1.    Hadis dari Sahal bin Sa'ad yang diriwayatkan al-Bukhari
2.    Hadis dari wa 'il bin Hujur yang diriwayatkan Muslim. Al- Baihaqi menukilnya melalui tiga sanad
3.    Hadis dari 'Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan-nya.Berikut ini kami ketengahkan kepada Anda kajian terhadap masing-masing hadist di atas.
1.                Hadis dari Sahal bin Sa'ad yang diriwayatkan al-Bukhari.

“ Orang-orang diperintahkan agar seseorang yang sholat hendaknya meletakkan tangan kanannya di atas lengan kirinya . “ (Shohih Bukhari, jilid 1, kitab “Sifatu al-Shalat”, bab “Wadh’u al-Yumna ‘Alaa al-Yusra”)

Isma 'il berkata, " Hal itu dinisbatkan (yumna) , bukan ia menisbatkan (yamni) ." (Ibnu Hajar, Fath Al-Bârî, 2/334)

Riwayat tersebut menjelaskan tata cara bersedekap. Namun, yang menjadi persoalan adalah periwayatannya dari Nabi saw. Hadis itu tidak bisa dijadikan dalil karena dua alasan berikut:

Dari riwayat ini, terlihat bahwa perintah bersedekap tersebut belum tentu berasal dari Nabi saw. Sebagian ulama, yang mendukung hadits ini, hanya menganggapnya dari Nabi saww. Oleh karena itu, tidak heran bila sebagian ulama lainnya menganggap hadits tersebut cacat. Karenanya timbul pertanyaan, kalau hadits tersebut dari Nabi mestinya menggunakan kalimat : “Nabi memerintahkan”, bukan “Orang-orang diperintahkan”. Sehingga, mungkin saja hukum tersebut diperintahkan oleh khalifah, atau yang lain, setelah wafatnya Nabi saww.

2. Hadis dari Wa.il binHujur

A. Muslim meriwayatkan dari wa'il bin Hujur bahwa ia melihat Nabi saw mengangkat kedua tangannya ketika memulai salat sambil bertakbir. Lalu beliau berselimut dengan pakaiannya.Kemudian beliau bersedekap. Ketika hendak rukuk, beliau mengeluarkan kedua tangannya dari pakaiannya, kemudian mengangkatnya sambil bertakbir, dan rukuk (Musnad Ahmad, jilid 4, hadits Wa’il bin Hujur; Shohih Muslim, Jilid 1, kitab “Al-Sholat”)

Dalil yang digunakannya adalah dalil perbuatan sedangkan dalil Perbuatan itu tidak bisa dijadikan dalil kecuali diketahui maksudnya.Padahal, perbuatan tersebut tidak jelas tujuannya karena lahiriah hadis itu menyebutkan bahwa Nabi saw menyambungkan ujung-ujung bajunya, lalu ditutupkan pada dadanya dan bersedekap. Apakah perbuatan itu dimaksudkan agar menjadi sunah dalam salat?Apakah beliau melakukannya semata-mata agar pakaian itu tidak lepas.Atau apakah beliau melekatkan pakaian itu pada badannya hanya untuk menjaga dirinya dari hawa dingin?Perbuatan itu tidak jelas maksudnya. Karenanya perbuatan itu tidak bisa dijadikan dalil


        Nabi saw telah melaksanakan shalat bersama kaum Muhajirin dan Anshar selama lebih dari sepuluh tahun. Kalau hal itu ter- bukti datang dari Nabi saw tentu akan banyak periwayatan dan tersebar luas, dan niscaya periwayatannya tidak hanya terbatas pada wa 'il bin Hujur saja. Oleh karena itu, periwayatan oleh wa'il bin Hujur memunculkan dua kemungkinan itu.
Memang terdapat periwayatan hadis yang sama melalui sanad yang lain, tetapi tanpa menyebutkan kalimat " Kemudian beliau menyelimutkan pakaiannya ". Tetapi ternyata ada juga yang ditolak oleh sebagian ulama Ahlusunnah, seperti hadits dari Qubaishah bin Halb; yang mana ia dinilai majhul (orang yang tidak dikenal) oleh Ibn Madini dan Nasa’i, karena memang tidak ada yang meriwayatkan hadits darinya, kecuali Simak bin Harb (Al-Syaukani, “Nailul Authar”, jilid 2, kitab “Sifatu al-Sholat”, bab “Maa Ja’a fi Wadh’i al-Yamin ‘Alaa al-Syimal”.)

         B. Al-Baihaqi meriwayatkan hadis itu melalui sanadnya dari Musa bin ‘Umair: Menyampaikan kepada kami ‘Alqamah bin wa'il dari bapaknya bahwa Nabi saw, ketika berdiri dalam salat, menyedekapkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Saya juga melihat ‘Alqamah melakukannya.Ka1au masalah ini berputar di antara orang-orang yang suka melebih-lebihkan dan yang suka mengurangi, maka yang kedua yang dipilih. Cermatilah hal ini seperti kajian pada bagian pertama, maka akan tampak bahwa maksud perbuatan itu tidak je1as.
Padahal, kalau Nabi saw terus-menerus melakukan perbuatan tersebut, pastilah hal itu diketahui oleh masyarakat luas. Sedarigkan kalimat "Saya melihat ‘Alqamah melakulkannya " menunjukkan bahwa perawi tersebut mempelajari sunah itu darinya.


3. Hadis dari 'Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan-nya

         Baihaqi, Nasa’i, Ibn Majah, dan Abu Daud meriwayatkan hadits dari Ibn Mas’ud, yang mengatakan bahwa ia melaksanakan sholat dengan menyedekapkan tangan kiri di atas tangan kanannya. Dan ketika Nabi (saw) melihatnya, maka ia menyedekapkan tangan kanannya di atas tangan kirinya (Sunan Abu Dawud, juz 1, kitab “Al-Sholat”, bab “Wadh’u al-Yumna ‘Alaa al-Yusra fi al-Sholat”).
Aneh sekali. Seorang sahabat terkenal dan terpelajar, seperti Abdullah bin Mas’ud, tidak mengetahui cara menyedekapkan tangan dalam sholat. Apalagi ia termasuk orang-orang awal yang masuk Islam. Terlebih lagi, pada rangkaian sanad hadits ini terdapat Husyaim bin Basyir, yang telah dikenal sebagai mudallis (pemalsu) hadits (Al-Dzahabi, “Siyar A’lami Nubala”, jilid 8, hal. 289-291).
Selain semua pembahasan di atas, sebenarnya terdapat juga hadits-hadits yang justru menyatakan kemestian untuk meluruskan tangan saat sholat, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Mundzir, Al-Nawawi, Ibnu al-Qasim, dan Al-Mahdi (dalam kitabnya “Al-Bahr”).Sementara, Ibn Sayyidin Nas mengutip dari Al-Auza’i, yang memperbolehkan untuk memilih sedekap atau meluruskan tangan. (Al-Syaukani, “Nailul Authar”, jilid 2, kitab “Sifatu al-Sholat”, bab “Maa Ja’a fi Wadh’i al-Yamin ‘Alaa al-Syimal”).



Kesimpulan dari topic pembahasan ini adalah sebagai berikut
Ø Mazhab Hanafi,Asy-Syafi’I dan Hambali mensunnahkan takatuf  dengan dalil yang kurang jelas dari mana sumbernya.
Ø Mazhab Maliki menghukumi bahwasannya takatuf itu hukumnya Mubah untuk shalat sunnah dan Mensunnahkan meluruskan tangan untuk shalat Fardhu.
Ø Mazhab Jafari menghukumi bahwasannya takatuf  itu dapat membatalkan shalat.
Dengan adanya berbagai macam pendapat soal takatuf ada yang mensunnahkan,mubah dan ada pula yang mengharamkan. Setelah penulis menganalisa,penulis menyimpulkan bahwasannya langkah yang paling benar dalam masalah ini adalah meluruskan tangan didalam shalat.kesimpulan yang saya ambil disini tanpa adannya keberpihakan dari salah satu mahzab di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar